JAKARTA – Abrasi dan rob cukup berbahaya bagi pemukiman yang berada di pesisir pantai. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) telah menyelesaikan pembangunan pelindung pantai dengan panjang total 330,3 meter di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. (22/01/2021)
Pelindung pantai tersebut terbentang di 3 desa, yaitu di Desa Jerowaru sepanjang 75,3 m berjenis struktur hybrid, Desa Paremas sepanjang 136 m berjenis talud, dan Desa Pamongkong sepanjang 119 meter berjenis talud.
Dirjen PRL, TB Haeru Rahayu menjelaskan lokasi pembangunan pelindung pantai di Lombok Timur merupakan kawasan yang rentan terhadap bencana banjir pesisir (rob) akibat gelombang tinggi pada waktu tertentu.
Menurutnya, dampaknya sangat merugikan bagi masyarakat, selain kerap kali menerjang permukiman, gelombang juga menyebabkan abrasi pantai.
“Pelindung pantai yang dibangun akan melindungi pesisir Kabupaten Lombok Timur dari risiko abrasi dan erosi akibat gelombang, sehingga nantinya dapat membantu menjaga ekosistem pantai dan kawasan pemukiman masyarakat pesisir di sekitar,” jelas Tebe di Jakarta.
Tebe mengungkapkan, pembangunan pelindung pantai di Kabupaten Lombok Timur merupakan bagian dari program kegiatan Pengembangan Kawasan Pesisir Tangguh (PKPT) yang dilaksanakan di Tahun 2020.
“Kegiatan PKPT yang dilakukan pada tahun 2020 sebagai bentuk implementasi pengelolaan pesisir terpadu. Harapannya dapat meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan mendorong kemajuan kawasan pesisir di Lombok Timur,” ungkapnya.
Tebe menambahkan, saat ini PKPT fokus pada tiga aspek. Pertama, aspek manusia, yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana dan dampak perubahan iklim.
Kedua, aspek siaga bencana dan adaptasi perubahan iklim. Pada aspek ini, KKP membangun sarana – prasarana siaga bencana. Terakhir, aspek kelembagaan yang bertujuan agar masyarakat dapat aktif dan mandiri dalam organisasi.
“Membangun pelindung pantai adalah wujud aspek siaga bencana dan adaptasi perubahan iklim, untuk mengurangi risiko bencana lewat pembangunan sarana prasarana,” tandasnya.
Secara terpisah, Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Muhammad Yusuf menerangkan pembangunan pelindung pantai di Lombok Timur menggunakan struktur hybrid dan talud.
Struktur hybrid merupakan struktur pelindung pantai dengan tipe permeable dam yang menggunakan material bambu, kayu dan ranting. Struktur ini ditempatkan pada titik yang telah ditentukan untuk mereduksi gelombang datang sekaligus memerangkap sedimen sehingga akan menambah daratan di belakang struktur. Sementara talud dibuat dari tumpukan batuan yang disusun untuk menahan dan menjaga struktur tanah agar tidak bergeser. Bahan material pembangunan talud yang dipakai berupa perpaduan fondasi batu, semen dan pasir.
“Struktur hybrid dibangun dengan menggunakan bahan-bahan secara lokal seperti bambu dan ranting pohon. Sedangkan pembangunan talaud dengan menggunakan material pasir dan semen,” terang Yusuf.
Yusuf menambahkan, struktur semi-permeable atau sering juga disebut hybrid engineering ini dapat mengumpulkan sedimen untuk mangrove agar tumbuh secara alami dan merevitalisasi lahan tambak.
“Pemasangan struktur hybrid sebelumnya telah dilakukan di kabupaten lain di utara Pulau Jawa, Nusa Tenggara, dan Sulawesi,” tambahnya.
Selanjutnya, untuk meningkatkan peran masyarakat, khususnya dalam mengelola sumber daya untuk mengurangi risiko bencana dan memberikan penyadartahuan terhadap kesiapsiagaan bencana yang ada di wilayah pesisir, juga dilakukan pelatihan bina manusia melalui edukasi cara penyelamatan dan pengetahuan tentang cuaca dan iklim yang bekerjasama dengan BPBD dan BMKG Kabupaten Lombok Timur.
“Ini kami harapkan dapat meningkatkan ketahanan masyarakat dan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana dan perubahan iklim,” tutupnya. (*/cr2)
Sumber : kkp.go.id